Selasa, 28 April 2015

Hubungan Kesehatan Mental dengan Social Support

Melihat Hubungan Kesehatan Mental dengan Social Support pada Fenomena Stres dari Wanita Menopouse

Dalam membahas hubungan antara kesehatan mental dengan social support, kita dapat melihatnya pada fenomena stres yang dialami wanita menopouse yang mengalami beberapa gejala psikologis seperti; kecemasan, rasa panik dan harga diri menurun, dengan begitu untuk dapat mengatasi beberapa gejala psikologis yang mempengaruhi kesehatan mental dari wanita yang menopous tersebut perlu adanya dukungan dari lingkungan sekitar atau orang-orang terdekat untuk memberi dukungan agar dapat menjalani kehidupan biasa meski dengan keadaan yang tidak produktif lagi (menopous).
Menopause merupakan suatu fase alamiah dimana berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi yang ditandai dengan berhentinya siklus menstruasi pada wanita. Secara normal wanita akan mengalami menopause antara usia 45 tahun sampai 55 tahun, dan seorang wanita dikatakan mengalami menopause bila siklus menstruasinya telah berhenti selama 12 bulan (Kasdu, 2003).
Perubahan fisik yang terjadi ketika menopause disertai juga dengan beberapa gejala psikologis yang menonjol, seperti stress, frustasi dan adanya penolakan terhadap menopause (Papalia, 2003). Hal tersebut dapat kita sebut sebagai gangguan pada kesehatan mental.

www.nyata.co.id

Namun, tidak wanita yang mengalami menopause merasakan hal tersebut. Beberapa wanita menganggap menopause sebagai hal yang biasa dalam hidupnya. Mereka menganggap bahwa setelah masa reproduksi berakhir, mereka tidak akan direpotkan lagi dengan haid yang datang rutin setiap bulan sehingga tidak mengganggu aktivitas mereka, terutama aktivitas yang berhubungan dengan keagamaan, misalnya ibadah shalat bagi wanita yang beragama Islam. Ibrahim (2002) juga mengungkapkan bahwa beberapa wanita justru menemukan kesenangan pada masa menopause, salah satunya dengan memperkuat benteng agama. Wanita juga menunjukkan perhatian yang lebih pada masalah agama dan kehidupan setelah kematian. Mereka menjalankan berbagai kewajiban beribadah, mendatangi ahli agama untuk mendapatkan bimbingan, nasihat dan penyuluhan rohani.
Gejala-gejala lain yang muncul saat menopause adalah perasaan menurunnya harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka, serta merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang menurun (dalam Zainuddin, 2005). Dacey & Travers (2002) juga menyatakan bahwa seseorang yang mengalami menopause sering sulit berkonsentrasi, sering lupa, kesepian, suasana hati tidak menentu, dan sering merasa cemas.
Dengan demikian bahwa wanita yang merasa stress, harga dirinya menurun, frustasi dan adanya penolakan terhadap menopous adalah wanita yang telah mengalami gangguan kesehatan mental (Psikologis). Sementara gangguan kesehatan mental tersebut ternyata dapat diatasi dengan kecerdasan spiritual dan social support.
Dukungan sosial (social support) didefenisikan oleh Gottlieb (1983) sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason (1983) yang mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Rice (1987) mengartikan dukungan sosial sebagai bantuan yang diberikan oleh pasangan (suami/istri), orang tua dan teman-teman.

www.ummi-online.com


Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah bantuan atau dukungan yang diberikan oleh orang-orang di sekitar individu yang mampu membuat individu merasa nyaman kembali, baik secara fisik maupun psikologis sebagai bukti bahwa mereka diperhatikan dan dicintai.
Maka dari fenomena stres pada wanita yang mengalami menopouse yang membutuhkan dukungan sosial tadi telah menggambarkan bagaimana hubungan yang jelas antara kesehatan mental dengan social support. Karena dengan adanya social support , gejala-gejala psikologis dari wanita yang mengalami menopous tersebut dapat teratasi.


Daftar Pustaka :

Mackenzie, Raewyn, Menopause Tuntunan Praktis untuk wanita (terj.) Gianto Widianto dan Yustina Risitawati (Jakarta: Arcan, 1995), cet. V.
Roitz, Rosetta, Menopause Suatu Pendekatan Positif (terj.) Laila H. Hasyim (Ttp.: PT. Bumi Aksara, 1993).
Papalia, Diane E. 2003. Experience Human Development ; Twelfth Edition. Mc Graw Hill



Fenomena Stres pada Wanita

Fenomena Stres pada Wanita

Stress merupakan keadaan yang sudah tidak asing lagi bagi kita sebagai Manusia, hampir semua dari kita pernah mengalaminya , baik laki-laki atau perempuan. J.P Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi mendefinisikan stress sebagai Satu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis. Keadaan sosial, lingkungan dan fisikal yang menyebabkan stress dinamakan stressol. Sementara reaksi orang terhadap peristiwa tersebut dinamkan respon stress, atau secara singkat dikatan sebagai stres.
www.naridnilijek.com

Stress yang kita alami tidak selamanya jelek, stress ringan perlu kita alami untuk menghasilkan kewaspadaan dan minat pada tugas atau hal lain yang sedang kita hadapi, dengan begitu stress juga membantu orang yang mengalaminya untuk melakukan penyesuaian. Sedangkan yang dikatakan sebagai stress yang jelek adalah stress yang melekat kuat pada orang yang mengalaminya dan bertahan lama. Stress yang seperti ini sering dianggap dapat menganggu jasmani dan rohani orang yang mengalaminya.
Menurut Lazarus 1999 (dalam Rod Plotnik 2005;481), “Stress is the anxious or threatening feeling that comes when we interpret or appraise a situation as being more than our psychological resources can adequately handle”. (“Stres adalah rasa cemas atau rasa terancam yang timbul ketika kita menginterpretasikan atau menilai suatu situasi yang melampaui kemampuan psikologis kita untuk bisa menanganinya secara memadai”.
Stress yang timbul pada setiap orang pun bisa berbeda-beda dan berdampak yang berbeda-beda pula. Stress yang menurut kita ringan bisa menjadi stress berat pada orang lain, begitu juga pada dampak yang kita rasakan, bagi kita merupakan keterpurukan tetapi mungkin pada orang lain merupakan sebuah tantangan untuk bangkit dan lebih bersemangat. Seperti halnya beberapa fenomena mengenai stres yang terjadi pada wanita, entah itu stres mengenai pekerjaan, hubungan karib atau dengan pasangan, masa PMS atau yang akan saya bahas ini ialah mengenai Menopouse pada wanita. Dari kalangan wanita sendiri ada yang menganggap menopause sebagai hal yang menakutkan, tetapi ada pula wanita yang menganggap menopause sebagai kondisi yang biasa saja, sebagai hal fisiologis yang wajar.
Menopause biasa terjadi pada wanita di usia sekitar 40 tahun atau lebih, terjadinya siklus haid yang tidak teratur atau sering disebut menopause yaitu penurunan fungsi ovarium dimana hormone prestogen sudah sangat berkurang tetapi masih ada sedikit hormone estrogen yang dari hal tersebut sering kali menyebabkan ketidakseimbangan hormonal.
Dalam buku Papalia “Experience Human Development” – edisi 12, sedikit dijelaskan disana bahwa pada wanita yang baru mengalami atau menyadari dirinya menopause, hal pertama yang mereka rasakan ialah munculnya kecemasan atau rasa panik. Rasa cemas atau panic disini dapat diartikan sebagai keadaan stres.
Perasaan cemas merupakan gejala psikologis yang muncul saat menopause. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Robertson (dalam Retnowati, 2000) di Menopause Clinical Australia, dari 300 pasien usia menopause, terdapat 31.3 % pasien diantaranya mengalami kecemasan. Burn (1998) juga menyatakan bahwa wanita menopause sering mengalami kecemasan, dimana kecemasan yang muncul dapat menyebabkan seseorang sulit tidur (gejala fisiologis). Kecemasan yang dialami wanita menopause salah satunya dikarenakan adanya kekhawatiran dalam mengahadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dialami dan juga cemas akan hal-hal yang mungkin muncul menyertai berakhirnya masa reproduksinya (Kasdu, 2002).
www.primaharapan.com
Mereka juga cemas dengan berakhirnya masa reproduksi yang dapat menghilangkan kebanggaannya sebagai wanita, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi hubungannya dengan suami ataupun keluarganya. Berhentinya siklus menstruasi juga sering dirasakan sebagai hilangnya sifat inti kewanitaan, dan sebagai akibatnya timbul perasaan tidak berharga dan tidak berarti sehingga muncul rasa khawatir bahwa orang-orang yang dicintainya akan berpaling dan meninggalkannya (Muhammad, dalam pengertian tentang menopause, 2003). Seseorang yang menjalani menopause juga cemas akan kondisi tubuhnya seperti pegal-pegal, cepat letih, jantung berdebar-debar, nyeri sendi dan sakit kepala (Spencer & Brown, 2007). Perubahan tubuh dan tekstur kulit juga dapat membuat wanita kurang percaya diri sehingga takut kecantikannya akan menurun serta takut suami tidak akan lagi tertarik padanya (Kuncoro, 2004). Supriyadi (dalam Apakah itu menopause, 2001) menyatakan bahwa gejala-gejala psikologis pada wanita yang mengalami menopause biasanya tidak muncul pada orang-orang di desa, melainkan pada wanita perkotaan yang mempunyai beban pikiran yang lebih banyak. Spielberg (1972) menyatakan bahwa individu dengan pendidikan tinggi biasanya akan memiliki kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang berpendidikan rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Yuliastri (2002) menunjukkan bahwa ada perbedaan kecemasan antara wanita menopause yang bekerja dengan yang tidak bekerja, dimana wanita yang bekerja kecemasannya lebih rendah daripada wanita yang tidak bekerja.
Coleman (dalam Fisher, 1998) menyatakan bahwa kecemasan tergantung pada beberapa hal, salah satunya Perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya dibandingkan laki-laki. Perempuan juga lebih cemas, kurang sabar, dan mudah mengeluarkan air mata (Myers, 1983).

Dari keadian diatas dapat disimpulkan bahwa rasa cemas yang dialami wanita menjelang menopause merupakan gejala stres. Mengapa demikian? seperti pada teori yang dikemukakan Lazarus, stres merupakan rasa cemas. Dan dari peristiwa tersebut dapat kita lihat juga bahwa sumber stres yang dialami wanita menopause ialah bersumber pada peristiwa yang tidak dapat diperkirakan. Karena para wanita yang telah difonis menopause merasa cemas akan hal-hal yang akan terjadi pada dirinya di masa yang akan datang, entah dari sisi psikologis atau fisiologis. Yang jelas jika mereka mampu mempersiapkan diri sebelum terjadinya sesuatu hal yang tidak mengenakkan maka mereka dapat memperkecil efek dari stimulus stres (stressol). –(dalam buku Heru Basuki 2008;247).
Dari apa yang di kemukakan Coleman (dalam fisher, 1998) dapat kita simpulkan bahwa wanita memang lebih rentan mengalami stres di bandingkan laki-laki, karena wanita lebih mudah cemas terhadap ketidak mampuannya dibandingkan dengan laki-laki.


Daftar Pustaka :

Basuki, A.M Heru. 2008. Psikologi Umum ; Seri Diktat Kuliah. Universitas Gunadarma

Papalia, Diane E. Experience Human Development ; Twelfth Edition. Mc Graw Hill