Fenomena Stres pada Wanita
Stress
merupakan keadaan yang sudah tidak asing lagi bagi kita sebagai Manusia, hampir
semua dari kita pernah mengalaminya , baik laki-laki atau perempuan. J.P
Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi mendefinisikan stress sebagai Satu keadaan tertekan, baik secara fisik
maupun psikologis. Keadaan sosial, lingkungan dan fisikal yang menyebabkan
stress dinamakan stressol. Sementara
reaksi orang terhadap peristiwa tersebut dinamkan respon stress, atau secara singkat dikatan sebagai stres.
www.naridnilijek.com
Stress
yang kita alami tidak selamanya jelek, stress ringan perlu kita alami untuk
menghasilkan kewaspadaan dan minat pada tugas atau hal lain yang sedang kita
hadapi, dengan begitu stress juga membantu orang yang mengalaminya untuk
melakukan penyesuaian. Sedangkan yang dikatakan sebagai stress yang jelek
adalah stress yang melekat kuat pada orang yang mengalaminya dan bertahan lama.
Stress yang seperti ini sering dianggap dapat menganggu jasmani dan rohani
orang yang mengalaminya.
Menurut
Lazarus 1999 (dalam Rod Plotnik 2005;481), “Stress is the anxious or
threatening feeling that comes when we interpret or appraise a situation as
being more than our psychological resources can adequately handle”. (“Stres adalah rasa cemas atau rasa terancam yang timbul ketika kita
menginterpretasikan atau menilai suatu situasi yang melampaui kemampuan
psikologis kita untuk bisa menanganinya secara memadai”.
Stress
yang timbul pada setiap orang pun bisa berbeda-beda dan berdampak yang
berbeda-beda pula. Stress yang menurut kita ringan bisa menjadi stress berat
pada orang lain, begitu juga pada dampak yang kita rasakan, bagi kita merupakan
keterpurukan tetapi mungkin pada orang lain merupakan sebuah tantangan untuk
bangkit dan lebih bersemangat. Seperti halnya beberapa fenomena mengenai stres
yang terjadi pada wanita, entah itu stres mengenai pekerjaan, hubungan karib
atau dengan pasangan, masa PMS atau yang akan saya bahas ini ialah mengenai Menopouse
pada wanita. Dari kalangan wanita sendiri ada yang menganggap menopause sebagai
hal yang menakutkan, tetapi ada pula wanita yang menganggap menopause sebagai
kondisi yang biasa saja, sebagai hal fisiologis yang wajar.
Menopause biasa terjadi pada wanita
di usia sekitar 40 tahun atau lebih, terjadinya siklus haid yang tidak teratur
atau sering disebut menopause yaitu penurunan fungsi ovarium dimana hormone
prestogen sudah sangat berkurang tetapi masih ada sedikit hormone estrogen yang
dari hal tersebut sering kali menyebabkan ketidakseimbangan hormonal.
Dalam buku Papalia “Experience Human Development” – edisi
12, sedikit dijelaskan disana bahwa pada wanita yang baru mengalami atau
menyadari dirinya menopause, hal pertama yang mereka rasakan ialah munculnya
kecemasan atau rasa panik. Rasa cemas atau panic disini dapat diartikan sebagai
keadaan stres.
Perasaan
cemas merupakan gejala psikologis yang muncul saat menopause. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Robertson (dalam Retnowati, 2000) di Menopause
Clinical Australia, dari 300 pasien
usia menopause, terdapat 31.3 % pasien diantaranya mengalami kecemasan. Burn
(1998) juga menyatakan bahwa wanita menopause sering mengalami kecemasan,
dimana kecemasan yang muncul dapat menyebabkan seseorang sulit tidur (gejala
fisiologis). Kecemasan yang dialami wanita menopause salah satunya dikarenakan
adanya kekhawatiran dalam mengahadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah
dialami dan juga cemas akan hal-hal yang mungkin muncul menyertai berakhirnya
masa reproduksinya (Kasdu, 2002).
www.primaharapan.com
Mereka
juga cemas dengan berakhirnya masa reproduksi yang dapat menghilangkan
kebanggaannya sebagai wanita, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi
hubungannya dengan suami ataupun keluarganya. Berhentinya siklus menstruasi
juga sering dirasakan sebagai hilangnya sifat inti kewanitaan, dan sebagai akibatnya
timbul perasaan tidak berharga dan tidak berarti sehingga muncul rasa khawatir
bahwa orang-orang yang dicintainya akan berpaling dan meninggalkannya
(Muhammad, dalam pengertian tentang menopause, 2003). Seseorang yang menjalani
menopause juga cemas akan kondisi tubuhnya seperti pegal-pegal, cepat letih,
jantung berdebar-debar, nyeri sendi dan sakit kepala (Spencer & Brown,
2007). Perubahan tubuh dan tekstur kulit juga dapat membuat wanita kurang
percaya diri sehingga takut kecantikannya akan menurun serta takut suami tidak
akan lagi tertarik padanya (Kuncoro, 2004). Supriyadi (dalam Apakah itu
menopause, 2001) menyatakan bahwa gejala-gejala psikologis pada wanita yang
mengalami menopause biasanya tidak muncul pada orang-orang di desa, melainkan
pada wanita perkotaan yang mempunyai beban pikiran yang lebih banyak. Spielberg
(1972) menyatakan bahwa individu dengan pendidikan tinggi biasanya akan
memiliki kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang
berpendidikan rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Yuliastri (2002)
menunjukkan bahwa ada perbedaan kecemasan antara wanita menopause yang bekerja
dengan yang tidak bekerja, dimana wanita yang bekerja kecemasannya lebih rendah
daripada wanita yang tidak bekerja.
Coleman
(dalam Fisher, 1998) menyatakan bahwa kecemasan tergantung pada beberapa hal,
salah satunya Perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya dibandingkan
laki-laki. Perempuan juga lebih cemas, kurang sabar, dan mudah mengeluarkan air
mata (Myers, 1983).
Dari
keadian diatas dapat disimpulkan bahwa rasa cemas yang dialami wanita menjelang
menopause merupakan gejala stres. Mengapa
demikian? seperti pada teori yang dikemukakan Lazarus, stres merupakan rasa
cemas. Dan dari peristiwa tersebut dapat kita lihat juga bahwa sumber stres
yang dialami wanita menopause ialah bersumber pada peristiwa yang tidak dapat
diperkirakan. Karena para wanita yang telah difonis menopause merasa cemas akan
hal-hal yang akan terjadi pada dirinya di masa yang akan datang, entah dari
sisi psikologis atau fisiologis. Yang jelas jika mereka mampu mempersiapkan
diri sebelum terjadinya sesuatu hal yang tidak mengenakkan maka mereka dapat
memperkecil efek dari stimulus stres (stressol). –(dalam buku Heru Basuki
2008;247).
Dari
apa yang di kemukakan Coleman (dalam fisher, 1998) dapat kita simpulkan bahwa
wanita memang lebih rentan mengalami stres di bandingkan laki-laki, karena
wanita lebih mudah cemas terhadap ketidak mampuannya dibandingkan dengan laki-laki.
Daftar
Pustaka :
Basuki,
A.M Heru. 2008. Psikologi Umum ; Seri
Diktat Kuliah. Universitas Gunadarma
Papalia,
Diane E. Experience Human Development ;
Twelfth Edition. Mc Graw Hill
Tidak ada komentar:
Posting Komentar