Terapi Perilaku (Behavioral)
Terapi
perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF
Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe
Yusuf dan Hans Eysenck.
Secara
umum, terapi perilaku berasal dari tiga Negara, yaitu Afrika Selatan (Wolpe),
Amerika Serikat (Skinner), dan Inggris (Rachman dan Eysenck) yang masing-masing
memiliki pendekatan berbeda dalam melihat masalah perilaku. Eysenck memandang
masalah perilaku sebagai interaksi antara karakteristik kepribadian,
lingkungan, dan perilaku.
Skinner
dkk. di Amerika Serikat menekankan pada operant conditioning yang menciptakan
sebuah pendekatan fungsional untuk penilaian dan intervensi berfokus pada
pengelolaan kontingensi seperti ekonomi dan aktivasi perilaku.
Ogden
Lindsley merumuskan precision teaching, yang mengembangkan program grafik
(bagan celeration) standar untuk memantau kemajuan klien. Skinner secara
pribadi lebih tertarik pada program-program untuk meningkatkan pembelajaran
pada mereka dengan atau tanpa cacat dan bekerja dengan Fred S. Keller untuk
mengembangkan programmed instruction.
Program
ini dicoba ke dalam pusat rehabilitasi Aphasia dan berhasil. Gerald Patterson
menggunakan program yang sama untuk mengembangkan teks untuk mengasuh anak-anak
dengan masalah perilaku.
Tujuan Umum Terapi Perilaku
Tujuan
umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses
belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari
(learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik
learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang
lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas
proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian
pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang
layak, namun belum dipelajari:
· Meningkatkan perilaku, atau
· Menurunkan perilaku
· Meningkatkan perilaku:
· Reinforcement positif: memberi penghargaan thd perilaku
· Reinforcement negatif: mengurangi stimulus aversi
· Mengurangi perilaku:
· Punishment: memberi stimulus aversi
· Respons cost: menghilangkan atau menarik reinforcer
· Extinction: menahan reinforce
Teknik-teknik dalam Terapi Perilaku
1.
Sistematis
Desensitisasi, adalah jenis terapi perilaku yang
digunakan dalam bidang psikologi untuk membantu secara efektif mengatasi fobia
dan gangguan kecemasan lainnya. Lebih khusus lagi, adalah jenis terapi
Pavlov/terapi operant conditioning therapy yang dikembangkan oleh psikiater
Afrika Selatan, Joseph Wolpe.
Dalam metode ini, pertama-tama klien
diajarkan keterampilan relaksasi untuk mengontrol rasa takut dan kecemasan
untuk fobia spesifik. Klien dianjurkan menggunakannya untuk bereaksi terhadap
situasi dan kondisi sedang ketakutan. Tujuan dari proses ini adalah bahwa
seorang individu akan belajar untuk menghadapi dan mengatasi phobianya, yang
kemudian mampu mengatasi rasa takut dalam phobianya.
Fobia spesifik merupakan salah satu
gangguan mental yang menggunakan proses desensitisasi sistematis. Ketika
individu memiliki ketakutan irasional dari sebuah objek, seperti ketinggian,
anjing, ular, mereka cenderung untuk menghindarinya.
Tujuan dari desensitisasi sistematis
untuk mengatasi ini adalah pola memaparkan pasien bertahap ke objek fobia
sampai dapat ditolerir.
2.
Exposure
and Response Prevention (ERP), untuk
berbagai gangguan kecemasan, terutama gangguan Obsessive Compulsive. Metode ini
berhasil bila efek terapeutik yang dicapai ketika subjek menghadapi respons
dan menghentikan pelarian.
Metodenya dengan memaparkan pasien
pada situasi dengan harapan muncul kemampuan menghadapi respon (coping) yang
akan mengurangi mengurangi tingkat kecemasannya. Sehingga pasien bisa
belajar dengan menciptakan coping strategy terhadap keadaan yang bisa
menyebabkan kecemasan perasaan dan pikiran. Coping strategy ini dipakai
untuk mengontrol situasi, diri sendiri dan yang lainnya untuk mencegah
timbulnya kecemasan.
3.
Modifikasi
perilaku, menggunakan teknik perubahan
perilaku yang empiris untuk memperbaiki perilaku, seperti mengubah perilaku
individu dan reaksi terhadap rangsangan melalui penguatan positif dan negatif.
Penggunaan pertama istilah
modifikasi perilaku nampaknya oleh Edward Thorndike pada tahun 1911. Penelitian
awal tahun 1940-an dan 1950-an istilah ini digunakan oleh kelompok penelitian
Joseph Wolpe, teknik ini digunakan untuk meningkatkan perilaku adaptif melalui
reinforcement dan menurunkan perilaku maladaptive melalui hukuman (dengan
penekanan pada sebab).
Salah satu cara untuk memberikan
dukungan positif dalam modifikasi perilaku dalam memberikan pujian, persetujuan,
dorongan, dan penegasan; rasio lima pujian untuk setiap satu keluhan yang
umumnya dipandang sebagai efektif dalam mengubah perilaku dalam cara yang
dikehendaki dan bahkan menghasilkan kombinasi stabil.
4.
Flooding, adalah teknik psikoterapi yang digunakan untuk mengobati
fobia. Ini bekerja dengan mengekspos pasien pada keadaan yang menakutkan
mereka. Misalnya ketakutan pada laba laba (arachnophobia ), pasien
kemudian dikurung bersama sejumlah laba laba sampai akhirnya sadar bahwa tidak
ada yang terjadi.
Banjir ini diciptakan oleh psikolog
Thomas Stampfl pada tahun 1967. Flooding adalah bentuk pengobatan yang efektif
untuk fobia antara lain psychopathologies. Bekerja pada prinsip-prinsip
pengkondisian klasik-bentuk pengkondisian Pavlov klasik-di mana pasien mengubah
perilaku mereka untuk menghindari rangsangan negatif.
·
Mencari stimulus yang memicu gejala
gejala
·
Menaksir/analisa kaitan kaitan
bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan
normal sebelumnya.
·
Meminta klien membayangkan sejelas
jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
·
Bergerak mendekati pada ketakutakan
yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk
membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
·
Ulangi lagi prosedur di atas sampai
kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
5.
Latihan
relaksasi, relaksasi menghasilkan efek
fisiologis yang berlawanan dengan kecemasan yaitu kecepatan denyut jantung yang
lambat, peningkatan aliran darah perifer, dan stabilitas neuromuscular.
Berbagai metode relaksasi telah dikembangkan, walaupun beberapa diantaranya,
seperti yoga dan zen, telah dikenal selama berabad-abad.
Sebagian besar metode untuk mencapai
relaksasi didasarkan pada metode yang dinamakan relaksasi progresif. Pasien
merelaksasikan kelompok otot-otot besarnya dalam urutan yang tertentu, dimulai
dengan kelompok otot kecil di kaki dan menuju ke atas atau sebaliknya. Beberapa
klinisi menggunakan hypnosis untuk mempermudah relaksasi atau menggunakan tape
recorder untuk memungkinkan pasien mempraktekkan relaksasi sendiri.
Khayalan mental atau mental imagery
adalah metode relaksasi dimana pasien diinstruksikan untuk mengkhayalkan diri
sendiri di dalam tempat yang berhubungan dengan rasa relaksasi yang
menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan pasien memasuki keadaan atau
pengalaman relaksasi seperti yang dinamakan oleh Benson, respon relaksasi
6.
Latihan
Asertif
Tehnik latihan asertif membantu klien yang:
·
Tidak mampu mengungkapkan ‘’emosi’’
baik berupa mengungkapkan rasa marah atau perasaan tersinggung.
·
Menunjukkan kesopanan yang
berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya,
·
Klien yang sulit menyatakan
penolakan, mengucapkan kata “Tidak”.
·
Merasa tidak punya hak untuk
memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
7.
Terapi
Aversi, teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan
secara luas untuk meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik,
melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang
menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat/hilang.
Terapi ini mencakup gangguan, kecanduan Alkohol, Napza,
Kompulsif, Fetihisme, Homoseksual, Pedhophilia, Judi, Penyimpangan seksual
lainnya.
Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling kontroversi,
misalnya memberikan kejutan listrik pada anak anak autis bila muncul tingkah
laku yang tidak diinginkan.
Kekurangan
Terapi Perilaku
· Kurangnya kesempatan bagi klien untuk terlibat kreatif
dengan keseluruhan penemuan diri atau aktualisasi diri
· Kemungkinan terjadi bahwa klien mengalami “depersonalized”
dalam interaksinya dengan konselor.
· Keseluruhan proses mungkin tidak dapat digunakan bagi klien
yang memiliki permasalahan yang tidak dapat dikaitkan dengan tingkah laku yang
jelas.
· Bagi klien yang berpotensi cukup tinggi dan sedang mencari
arti dan tujuan hidup mereka, tidak dapat berharap banyak dari konseling
behavioral.
Referensi:
Gerald Corey, Konseling dan
Psikoterapi, Refika Aditama, 2009, Bandung
Michel Hersen, Encyclopedia of
Psychotherapy, Pacific University, Forest Grove, Oregon. AP.
Windy Dryden, Developments
in Psychotherapy, SAGE Publications Ltd, 2006, London.
John and Rita Sommers,
Counseling and Psychotherapy theories in context and practice, John Wiley
& Sons, Inc, 2004, New Jersey.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar